Fenomena telat menikah seakan sudah menjadi tren di kalangan gadis jaman sekarang. Bila dahulu wanita umur 17 tahun sudah pada menikah, sekarang umur kepala tiga bahkan kepala empat masih saja sendiri. Bila ditanya, siapa sih yang tak ingin cepat dapat jodoh? Kayaknya semua juga pingin segera, tapi si jodoh tak kunjung datang jua. Lalu apa saja di antara penghalangnya?
Selera Tinggi
Idealis alias pingin segalanya sempurna, tak ada kekurangan sedikitpun, banyak ‘menjangkiti’ para wanita. Mendamba lelaki cakep kayak aktor sinetron, tinggi minimal 170 cm, keturunan baik-baik, cerdas, berwawasan luas, lemah lembut, kebapakan, pendidikan sarjana, aktif organisasi, hafal al-Qur’an, pinter ceramah, dan sederet kriteria lainnya yang bisa menghabiskan berlembar-lebar kertas. Akibatnya setiap ada lelaki melamar tentu akan ditolaknya.
Idealis, boleh-boleh saja. Ingin suami yang serba sempurnabaik dalam penampilan fisik maupun ataupun non fisik. Tak salah memang. Meski begitu, kita harus mengukur diri sendiri dan tak menutup mata dari realita. Secantik apakah kita sehingga mendamba lelaki yang super cakep. Apakah kita juga sebaik ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka ukurlah untuk mendamba sebaik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utamakanlah dalam memilih pasangan, kebaikan agamanya.
Study Oriented
Banyak juga wanita yang telat menikah karena study oriented. Belajar dan belajar adalah prioritas utama. Siang, malam, pagi, petang, terus belajar. Les pelajaran ini, les pelajaran itu, ditambah kursus ini, kursus itu. S1 di tiga tempat, kuliah pergi belajar Teknik, siangnya ‘ngambil’ Komputer, malamnya di Hukum. Dilanjutkan S2 punya gelar M.Sc alias Makin Seret Cintanya, terus S3 sampai profesor. Sampai-sampai lupa kalo butuh pendamping hidup. Tahu-tahu usia sudah kepala lima. Menuntut ilmu yang bermanfaat untuk kepentingan umat memang wajib kifayah, tapi jangan dibenturkan dengan nikah karena keduanya bukanlah hal yang bertentengan. Dengan alasan ingin tenang dalam belajar, justru orang yang menikah akan lebih tenang dan konsentrasi dalam belajar daripada orang yang belum menikah. Maka janganlah alasan tadi menjadikan niat untuk menunda pernikahan.
Nikah Itu Repot
Bila memikirkan acara pernikahan yang begitu meriah beserta atributnya dari mulai persiapan sampai acara selesai memang repot. Sudah berumah tangga harus mengurusi suami dari mulai makan, pakaian hingga kebutuhan lainnya. “Belum lagi kalau sudah punya anak kita tidak bebas lagi seperti melajang,” ungkap seorang Ibu muda. “Makanya tak usah terburu-buru,” tambahnya meyakinkan. Akhirnya pengunduran jadual nikah pun jadi pilihan.
Ini alasan klasik yang diungkapkan orang. Sebenarnya acara pernikahan tidak usah meriah, dan kalaupun meriah biasanya bukan urusan pengantin. Begitupun dengan kerepotan dalam mengurusi suami dan anak adalah sebanding dengan tanggung jawab suami kepada istrinya, tentu tidak bisa didapat pahala itu ketika melajang. Selama hidup tentu ada masalah. Bukankah selama melajang juga punya banyak masalah, bahkan susah untuk mencari teman curhat atau penyelesaian, sedangkan bila berumah tangga ada tempat kita berbagi rasa.
Pernah Gagal
Sebagian wanita merasa trauma dengan peristiwa kegagalan yang menimpanya. Pernah dilamar tapi dibatalkan ataupun pernah menawarkan diri tapi ditolak. Kadang tak cuma sekali tapi berkali-kali. Akibatnya ia jadi putus asa dan takut mengalami hal yang serupa. Apalagi bila kegagalannya sempat terdengar oleh teman-teman yang lain.
Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda (dalam sebuah iklan malah disebut sebagai enjoy yang tertunda ^_^). Jangan bersedih, karena kesedihan tak akan merubah keadaan menjadi lebih baik. Jangan pula menjadi minder karena merasa tak cantik, karena pada dasarnya semua wanita adalah cantik, hanya yang tahu cantiknya adalah yang jadi suaminya nanti. Takinlah lelaki lelaki yang membatalkan atau yang menolak adalah bukan yang terbaik buat kita.
Pesan Orang Tua
Pesan khusus dari orang tua kadang jadi penghalang untuk melangsungkan pernikahan. Sebenarnya sih sudah pengen juga, tapi orang tua saya…, demikian keluhan mereka. Orang tua terkadang melarang si anak yang sudah ngebet nikah. Alasannya macam-macam, seperti bantu orang tua dulu-lah, bantuin biaya adik, terlalu muda, rampungkan study, lanjutkan dulu karir, dan lain-lain. Permintaan orang tua yang seperti ini sering membuat pemudi mikir-mikir lebih panjang tentang pernikahannya. Sebenarnya tidak ada pertentangan antara nikah dengan berbakti kepada orang tua.
Secara umum, orang tua berkeinginan untuk anaknya hidup bahagia. Oleh karena itu, kalau sang anak mampu meyakinkan orang tua tentang kehidupan rumah tangganya, insya Allah lancar-lancar saja kok, kalau mau nikah cepat, asal berani saja!
Persaingan Ketat
Bukan berita baru bila jumlah wanita hari ini membludak, bahkan perbandingan antara laki-laki dan wanita bisa lebih dari satu banding dua. Akibatnya, banyak wanita yang tersingkir dan tak dapat jatah pilih kaum pria. Ini bukan menakut-nakuti, tapi realita lho… Makanya jangan terlalu pilah-pilih, nanti kena peribahasa Sunda, pipilih neang nu leuwih, koceplak menang nu pecak. Artinya, menghendaki yang terbaik, akhirnya malah dapat yang terburuk.
Itulah beberapa hal yang menghalangi datangnya jodoh. Selain ada faktor-faktor lain yang lebih spesifik dan personal. Kadang wanita tak sadar dengan apa yang dia lakukan itu bisa menghalangi datangnya jodoh. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, akhirnya usia pun sudah tak muda lagi. Lalu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar