Rabu, 02 Januari 2013

Macet ya ?

Siapa yang nggak capai mengarungi lalu lintas Jakarta setiap hari? Pergi berangkat ke kantor dihadang macet. Pulang kembali lagi dihadang macet. Mau lewat tol juga nggak terlalu banyak berbeda. Ongkos tol dalam kota sudah naik menjadi Rp.7.000,00 sekarang. Harga naik tapi kualitas layanan tak berubah. Jumlah mobil di Jakarta memang sudah terlalu banyak, melebihi kapasitas kemampuan jalan yang ada.
Entah siapa yang mau disalahkan. Mau menyalahkan Gubernur DKI juga percuma. Masalah transportasi di Jakarta sudah terlalu kompleks untuk dipecahkan. Jumlah bus Trans Jakarta kurang. Angkutan umum lain pun jjauh dari rasa aman dan nyaman. Saya yakin, kalaupun Ali Sadikin masih hidup dan menjabat sebagai Gubernur, nggak akan seketika itu pula masalah transportasi akan hilang.
Paling enak sih sebetulnya saya menyalahkan diri saya sendiri saja. Kenapa juga saya bawa mobil kemana-mana? Bikin jalan Jakarta yang sudah penuh menjadi semakin penuh. Saya memang nyaman di dalam mobil yang ber-AC dingin. Namun kaki saya juga pegal setengah mati menginjak gas dan rem bergantian. Mau kemana-mana naik mobil memang gampang. Lah ya tinggal menyetir saja kan? Nggak perlu mikir ganti bus Trans Jakarta dan mengantri panjang di halte transitnya. Hanya perlu siap mental dan strategi untuk memilih jalan yang macetnya mendingan.
Salah satu solusi adalah naik ke trotoar. Jujur saya pernah melakukannya, nikmat rasanya bisa terus melaju sementara para pengemudi mobil harus stuck di tempat hehehe. Sasaran empuk adalah trotoar yang memiliki sisi landai dan lebar. Contoh terbaik dari praktek ini bisa dilihat di Jl. Panjang Kebon Jeruk Jakbar ke arah selatan.
Sederhananya praktek ini mengganggu pejalan kaki karena jatahnya diserobot. Tapi praktek ini efektif mengurangi beban jalan saat macet, teorinya motor yang naik ke trotoar akan mengurangi panjang antrian kendaraan di jalan.
Tapi masalah bottleneck muncul saat motor akan kembali ke area jalan, akan terjadi penumpukan. Belum lagi kalau ternyata trotoar yang dinaiki tidak punya sisi landai di ujungnya, berharap saja sisi trotoar tidak menggerus bagian bawah motor saat anda turun.
Mengingat effort dan kerugian yang tinggi, cara ini sebaiknya tidak dilakukan kecuali anda adalah orang gila dan membawa motor sekelas trail atau enduro.
Gunakan Jalur Busway
Di awal kemunculannya, Busway sudah membawa nestapa bagi pengguna kendaraan yang lain. Tapi entah acuh atau sekedar balas dendam, banyak orang yang menggunakan jalur busway saat macet maupun tidak.
Berdasarkan perda yang berlaku, polisi mulai melakukan sterilisasi jalur busway. Pada prakteknya walaupun banyak yang terjaring, masih banyak pengguna jalan yang menyerobot jalur Busway.
Terkadang ada pengecualian kalau kepadatan sudah parah, polisi akan membuka jalur Busway untuk umum. Kalau seperti itu gunakan kesempatan sebaik-baiknya, tetapi perhatikan, karena jalur Busway dibatasi separator jangan sampai anda harus belok sebelum separator habis.
Atau Gunakan Jalur yang Lain
Gunakan jembatan penyeberangan, arah yang berlawanan, atau jalur-jalur yang lain. Tetapi tetap saja bro, guilty pleasure selain membawa rasa bersalah, juga rasa risih dari yang lain. Jangan sampai lah yauuu…

Catatan Kaki

Catatan kaki adalah catatan di kaki halaman yang dipergunakan untuk memberikan penjelasan tambahan atau mencantumkan URL panjang. Jika di dalam catatan kaki ada referensi, referensinya dibuat dalam bentuk running notes. Besar font catakan kaki adalah lebih kecil dari teks utama, yakni biasanya dengan besar font 10 dengan asumsi ukuran teks utama 12.
· Penulisan Catatan kaki
a. Catatan kaki dipisahkan dari naskah halaman yang sama dengan jarak tiga spasi.
b. Antarcatatan kaki dipisahkan satu spasi.
c. Catatan kaki lebih dari dua baris diketik dengan satu spasi.
d. Catatan kaki diketik sejajar margin
e. Catatan kaki jenis karangan ilmiah formal, diberi nomor urut mulai dari nomor satu untuk catatan kaki pertama pada awal bab berlanjut sampai dengan akhir bab. Pada setiap awal bab baru berikutnya catatan kaki dimulai dari nomor satu. Laporan atau karangan tanpa bab, catatan kaki ditulis pada akhir karangan.
f. Nomor urut angka arab dan tidak diberi tanda apapun.
g. Nomor urut ditulis lebih kecil dari huruf lainnya, misalnya font 10.

Bagi penulis, penggunaan catatan kaki ini sedikit lebih merepotkan dibandingkan dengan cara Harvard karena harus mengatur ruang pada bagian bawah halaman untuk tempat catatan kaki. Akan tetapi, bagi pembaca catatan kaki ini sangat memudahkan mengetahui sumber tanpa harus melihat daftar pustaka yang letaknya di bagian akhir buku.

Catatan kaki untuk buku dimulai dengan nama pengarang diikuti koma, judul buku (ditulis dengan huruf awal kapital dan dicetak tebal atau dicetak miring), nomor seri, jilid dan nomor cetakan (kalau ada), kota penerbit (diikuti titik dua), nama penerbit (diikuti koma), dan tahun penerbitan (ditulis dalam kurung dan diakhiri dengan titik).

Catatan kaki untuk artikel dan majalah dimulai dengan nama pengarang, judul artikel, nama majalah, nomor majalah jika ada, tanggal penerbitan, dan nomor halaman. Jika dari sumber yang sama dikutip lagi, pada catatan kaki ditulis ibid. (singkatan dari ibidum) yang artinya sama persis sumbernya dengan catatan kaki di atasnya. Jadi mirip dengan idem atau sda. Untuk sumber yang telah disisipi sumber lain, digunakan istilah op. cit. (singkatan dari opere citato). Untuk sumber dari majalah dan koran yang telah disisipi sumber lain digunakan istilah loc. cit. (singkatan dari loco citato).
 
Tujuan Catatan Kaki(Footnote)

a. Pemenuhan kode etik yang berlaku, sebagai penghargaan terhadap orang lain
b. pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan penulis yang tercantum di dalam teks atau sebagai petunjuk sumber.
c. tempat memperluas pembahasan yang diperlukan tetapi tidak relevan jika dimasukkan di dalam teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula.
d. referensi silang, yaitu petunjuk yang menyatakan pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas di dalam tulisan.
e. tempat menyatakan penghargaan atas karya atau data yang diterima dari orang lain.